Kemarau di Desa Bangkirai

Seekor anjing melolong larut di lereng bukit bertubir Bulan merah di sungai bulat mengapung. Hangus dan pijar Kurus lembah kuning patah daun tebu didukung punggung gunung Melantun bayang tetes pancuran: tubuh jerami merapuh

Malam Ramadan dinginnya menusuk ke hulu tubuh Kemarin tengah hari udara meleleh di Padang Panjang Kerbau si Sati, kambing coklat mengah-ngah Kilangan berputar deriknya ngilu tebu begitu kurus-kurus

Di ladang padi sekeping bumi kering makin retak-meretak Di jantung penghuni rindu dan dahaga tetak-menetak

Kami terbaring di pondok pelupuh Malam Ramadan ngilunya lagi Ketika teriakan siamang bertalu membelahi lembah Sati melompat bangkit menerjang daun jendela: Hitam kental mencat daerah sangsai

Lereng huma padi mendenting kehausan Musim manis pabila tiba?

hari berhujan sayang subuh berasap tungku tengguli

Tapi malam kemarau belah teriakan siamang bertalu-talu*)
Menopan ke jantung penghuni mengentali deru
Musim hujan datang! Musim hujan datang!

Hujan oooi, hujaaaaan!
Hujan oooi, hujaaa – aaa aa – aaan!


Kisah, no 7, thn. III, Juli 1955
*) Penduduk sekitar Baruh di kaki gunung Singgalang bertahayul, bahwa apabila di larut malam siamang berteriak-teriak, maka keesokannya tentu akan terjadi apa-apa yang luar biasa.
Karya:
~Taufiq Ismail~
Puisi - Puisi Awal (1953 - 1960)
no image
Item Reviewed: Kemarau di Desa Bangkirai 9 out of 10 based on 10 ratings. 9 user reviews.
Emoticon? nyengir

Berkomentarlah dengan Bahasa yang Relevan dan Sopan.. #ThinkHIGH! ^_^

Komentar Terbaru

Just load it!